Pages

Senin, 03 Oktober 2011

Artikel

DISKRIMINASI

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Kesadaran akan kemajemukan tersebut sebenarnya telah ada sebelum kemerdekaan, antara lain telah diekspresikan pada saat pernyataan Sumpah Pemuda. Namun selama ini, perjalanan bernegara menunjukkan bahwa penyelenggaraan negara terlalu berpihak kepada kesatuan dengan meninggalkan keberagaman, sesuatu yang secara faktual mencerminkan bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Keberagaman seharusnya dipandang sebagai kekayaan dan modal pembangunan. Oleh karena itu, kebijakan multikultural seharusnya dikedepankan, sehingga negara dan masyarakat diharapkan lebih mampu mengelola perbedaan (termasuk suku, ras, agama dan golongan) sebagai konsekuensi dari keberagaman secara lebih positif.
Kekurang mampuan dalam mengelola perbedaan mengakibatkan banyak permasalahan, yang kemudian dipahami sebagai diskriminasi. Secara formal, pengertian diskriminasi diatur di dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 1 ayat (3) undang-undang tersebut menyatakan ‘Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya’.
Pengaturan mengenai pengertian diskriminasi pada undang-undang tentang hak asasi manusia menunjukkan hubungan yang erat di antara keduanya atau dengan kata lain, perilaku diskriminatif merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu, diskriminasi dalam berbagai bentuk harus dihapuskan.
Pada dasarnya kesadaran untuk menghapuskan diskriminasi dalam berbagai bentuk telah terjadi sejak lama, tetapi tindakan yang diambil, baik pada tingkat kebijakan maupun pada tingkat operasional, belum menunjukan hasil yang menggembirakan.
Hak Asasi Manusia sebagaimana terdapat di dalam UU No. 39 Tahun 1999 mempunyai ruang lingkup yang luas dan berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan. Demikian juga dengan diskriminasi yang di atur di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia tersebut. Oleh karena itu, pembahasan mengenai diskriminasi selalu kontekstual, tergantung pada bidang yang dibahas.
Kesadaran untuk melakukan penghapusan diskriminasi pada tingkat kebijakan juga telah diatur di dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah menetapkan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, kebhineka tunggal-ikaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, serta keselarasan. Dengan memenuhi pasal 6 tersebut di atas, peraturan perundang-undangan seharusnya sudah tidak diskriminatif lagi.
Upaya penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk telah dilakukan secara terus-menerus, tetapi hasil yang dicapai belum optimal. Upaya penghapusan diskriminasi masih menghadapi berbagai permasalahan. Secara umum, permasalahan yang dihadapi meliputi peraturan perundang-undangan dan kaitannya dengan nilai sosial yang hidup di masyarakat dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
Disamping itu, sejak diberlakukannya UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, laporan terhadap terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan malah semakin meningkat. Sistem sosial belum memungkinkan hal tersebut dilakukan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat dari tahun-tahun kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat total.
Dalam konteks kesenjangan ekonomi, diskriminasi pada tingkat kebijakan juga terjadi pada kelompok masyarakat kurang mampu. Dalam kaitan itu, beberapa peraturan perundang-undangan, terutama pada tingkat operasional, menetapkan berbagai persyaratan tertentu yang mengakibatkan sulitnya kelompok masyarakat kurang mampu untuk memperoleh pelayanan publik hampir pada semua bidang. Hal itu antara lain tercermin dari tingginya biaya pendaftaran perkara perdata pada pengadilan tingkat pertama, sehingga menyulitkan kelompok masyarakat yang kurang mampu untuk memperoleh pelayanan publik di bidang hukum atau memperoleh keadilan. Kendala yang sama juga dialami oleh kelompok masyarakat kurang mampu dalam memperoleh pelayanan publik pada bidang kehidupan lainnya.
Hal yang perlu mendapat perhatian khusus berkaitan dengan upaya penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk ialah dalam penyelenggaraan pelayanan umum. Keluhan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik merupakan isu yang sering kita dengar dari masyarakat. Secara umum yang menjadi permasalahan adalah kelambanan proses pelayanan terhadap kelompok masyarakat yang kurang mampu dibandingkan dengan kelompok yang secara ekonomis lebih mampu.
Disaat terpuruknya Negara Indonesia saat ini, maka mulai sejak dini kita sebagai masyarakat yang ingin bangsanya bangkit dari keterpurukan, harus menghilangkan segala perbedaan yang ada pada kehidupan masyarakat Indonesia. Jika kita semua mampu melakukannya, niscaya Indonesia dapat bersatu tanpa membeda-bedakan SARA dan status sosial pada orang lain dan bangkit dari keterpurukan yang melanda negeri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar