Pages

Kamis, 18 April 2013

Etika & Profesionalisme TSI : Teknologi Informasi menurut UU ITE



Peraturan dan Regulasi UU ITE

Di Indonesia, UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) pertama kali disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2008. Dengan pertimbangan bahwa arus globalisasi informasi yang begitu populer dengan dukungan internet, telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global yang berkontribusi dalam arus informasi dunia. Sehingga pemerintah merasa perlu membangun aturan yang berkenaan dengan pengelolaan teknologi komunikasi dan transaksi elektronik demi menjaga stabilitas ditengah masyarakat Indonesia yang kini sudah menjadi bagian dari globalisasi. Dengan adanya regulasi yang mengatur penggunaannya, pemerintah mengharapkan adanya optimalisasi pembangunan teknologi informasi, agar distribusinya bisa merata, menyebar, dan menyentuh seluruh lapisan kalangan masyarakat demi mencerdaskan serta memajukan kehidupan masyarakat dan negara.

*) Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaturan. Regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum formil berupa peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum.


Batas penggunaan teknologi informasi menurut UU ITE

Mengingat luasnya pengaruh teknologi informasi di Indonesia, lahirlah UU ITE yang menjadi alat bagi pemerintah untuk mengontrol penggunaan hingga penyalahgunaan teknologi informasi maupun transaksi elektronik. Cakupan UU ITE dapat dilihat dari struktur UU ITE, yaitu :

Bab 1 dalam UU ITE ini membahas mengenai ketentuan umum UU ITE itu sendiri, terdiri dari pasal 1 dan pasal 2.
Bab2  membahas perihal asas dan tujuan UU ITE, terdiri dari 2 pasal, yakni pasal 3 dan 4.
Bab 3 membahas mengenai informasi, dokumen, dan tanda tangan elektronik, terdiri dari pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12.
Bab 4 dari UU ini membahas mengenai penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik, terdiri dari 2 subbab. Subbab pertama mengatur tentang sertifikasi elektronik, terdiri dari pasal 13 dan pasal 14. Subbab kedua mengatur mengenai penyelenggaraan sistem elektronik, terdiri dari pasal 15 dan pasal 16.
Bab 5 mengatur seputar transaksi elektronik yang terkandung dalam pasal 17, 18, 19, 20, 21, 22.
Bab 6 mengatur berkenaan dengan nama domain, kekayaan intelektual, dan perlindungan hak pribadi yang terdiri dari pasal 23, 24, 25, 26.
Bab 7 mengatur tentang perbuatan yang dilarang dalam penggunaan teknologi informasi, terdiri dari 10 pasal, dari pasal 27 hingga pasal 37.
Bab 8 mengatur lanjutan dari perbuatan yang dilarang, yakni tindak penyelesaian sengketa. Terdiri dari pasal 38 dan pasal 39.
Bab 9 megatur tentang peran pemerintah dan peran masyarakat dalam menyikapi perkembangan dan dinamika ITE di Indonesia. Terdiri dari pasal 40 dan pasal 41.
Bab 10 membahas tentang proses dan prosedur penyidikan yang akan dilakukan dalam kasus pelanggaran UU ITE. Terdiri dari 3 pasal, yakni 42, 43, dan 44.
Bab 11 mengatur tentang ketentuan pidana yang dapat digunakan untuk menjerat pelanggar UU ITE. Terdiri dari pasal 45 hingga 52.
Bab 12 membahas ketentuan peralihan, hanya terdiri dari pasal 53.
Bab 13 berisi ketentuan penutup yang hanya terdiri dari pasal 54.

Dari 54 pasal yang merangkum mengenai peraturan dan regulasi UU ITE di Indonesia, terdapat beberapa kelemahan-kelemahan. Yakni mengenai abstraknya ketentuan hukum yang berkenaan dengan penipuan di dunia maya. Belum ada penjelasan yang memisahkan bentuk-bentuk penipuan dan bagaimana barometer yang menakar seberapa hukuman yang layak dijatuhkan untuk pelanggaran yang bagaimana. Hingga saat ini masih sulit melacak dan menjerat pelaku penipuan di dunia maya.

Selain itu, aturan-aturan yang mengikat berkenaan dengan pencemaran nama baik dan penghinaan melalui dunia maya. Sangat absurd karena mengingat dunia maya yang begitu bebas dan luas, sementara kriteria penghinaan dan pencemaran nama baik itu sendiri tidak begitu jelas tergambar dalam UU ITE tersebut.

Sehingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan akan memprioritaskan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada 2013, terutama pada Pasal 27 ayat 2 tentang pencemaran nama baik.

Selain mempersiapkan revisi UU ITE, saat ini Kemkominfo juga tengah menyiapkan RUU Intersepsi sebagai peraturan praktik penyadapan setelah Mahkamah Konsitusi (MK) membatalkan salah satu ayat dalam UU ITE yang menyatakan tata cara penyadapan bisa diatur dalam suatu peraturan pemerintah (PP). dan juga memprioritaskan penyusunan terhadap beberapa regulasi lain pada tahun ini, seperti RUU Penyiaran, RUU Konvergensi Telematika yang diusulkan menjadi RUU Telekomunikasi (inisiatif pemerintah), dan Revisi PP Nomor 7 Tahun 2009 tentang PNBP Kementerian Kominfo

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar